Temuan Aneh BPK di RSUD Labuan dan Cilograng, Bikin Anggota Dewan Geleng Kepala

ilustrasi - Anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten, Yeremia Mendrofa. (ANTARA/Dokumentasi Pribadi)
ilustrasi - Anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten, Yeremia Mendrofa. (ANTARA/Dokumentasi Pribadi)

Ada temuan mengejutkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengadaan barang habis pakai dan makanan/minuman (mamin) di RSUD Labuan dan RSUD Cilograng, yang dilakukan meski rumah sakit itu belum beroperasi.


Hal tersebut diungkapkan Anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten, Yeremia Mendrofa dalam keterangannya di Serang, Banten, Rabu (21/5/2025).

"Kami menyayangkan ada temuan BPK berkaitan dengan pengadaan barang habis pakai dan makan minum di RSUD Labuan dan Cilograng," kata Yeremia.

"Artinya, ada kurang hati-hati, kekurangcermatan dalam proses pengadaan tersebut,” sambungnya.

Yeremia pun mempertanyakan keputusan terburu-buru dalam pengadaan barang, terutama makanan/minuman, padahal kedua rumah sakit belum mulai beroperasi pada tahun 2024. 

Oleh karena itu, Yeremia menilai hal ini menunjukkan lemahnya perencanaan dan kurangnya antisipasi terhadap kemungkinan penundaan operasional.

"Mengapa harus buru-buru melakukan pengadaan barang, khususnya yang habis pakai ini? Kalau tidak terjadi operasional di 2024, seharusnya diantisipasi dengan barang yang masa pakainya panjang, expiry lama," jelas Yeremia.

Adapun temuan BPK mengungkap bahwa sejumlah barang memiliki masa kedaluwarsa pendek dan berpotensi mubazir jika tidak digunakan segera.

Yeremia pun menekankan pentingnya kehati-hatian dalam proses pengadaan, khususnya barang yang bersifat habis pakai.

Ia menegaskan bahwa tindak lanjut terhadap temuan BPK bersifat wajib dan harus diselesaikan dalam waktu 60 hari.

"Sudah menjadi temuan BPK, wajib hukumnya melakukan tindak lanjut hasil rekomendasi dalam 60 hari. DPRD juga akan membahas dan menyampaikan rekomendasi dalam 30 hari," beber Yeremia.

Menurut Yeremia, seluruh pihak yang terkait harus segera mengambil langkah perbaikan untuk memastikan tidak ada potensi kerugian negara.

Selain itu, Yeremia mengingatkan seharusnya koordinasi dengan Penjabat (Pj) Gubernur dilakukan sejak awal untuk memastikan kesiapan rumah sakit.

"Waktu itu harusnya koordinasi dengan Pj Gubernur, apakah rumah sakit ditargetkan beroperasi 2024 atau tidak. Tahapan seharusnya diselesaikan dulu sebelum melakukan pengadaan," ujarnya.

Meski tidak bisa dikatakan sebagai unsur kesengajaan, proses ini menunjukkan lemahnya kontrol dan perencanaan anggaran.

"Kalau menurut saya, ini kurang hati-hati. Di anggaran perubahan, biaya RSUD sudah di-offset, termasuk biaya pegawai. Artinya rumah sakit tidak akan operasi di 2024," ungkapnya.

Yeremia mengingatkan bahwa konsekuensi hukum dapat terjadi jika rekomendasi BPK tidak dijalankan. 

Oleh karena itu, Yeremia menegaskan komitmen DPRD untuk terus mengawal proses tindak lanjut dan memastikan kejadian serupa tidak terulang.

Sebelumnya, BPK mencatat bahwa pengadaan makanan dan minuman untuk RSUD Cilograng dan RSUD Labuan senilai Rp1,89 miliar dilakukan saat rumah sakit tersebut belum mulai beroperasi. 

Belanja dilakukan oleh Dinas Kesehatan Banten melalui dua penyedia, yakni CV DPS dan CV PBS.

BPK menemukan bahan makanan yang dibeli memiliki tanggal kedaluwarsa yang dekat, termasuk produk susu UHT yang akan kedaluwarsa pada Juni 2025.

BPK dalam laporannya juga menyebut penggunaan anggaran tidak sesuai peruntukan karena belanja makanan dan minuman dimasukkan dalam pos Belanja Barang Habis Pakai (BHP), padahal rumah sakit belum beroperasi dan belum ada pasien yang dilayani.

Selain itu, lembaga audit negara tersebut juga menemukan adanya markup harga dalam pengadaan makanan dan minuman. Harga barang dalam kontrak lebih tinggi dibanding harga pasar dengan selisih mencapai Rp251,7 juta. (ant)