Imbas Perang Ukraina, Pertumbuhan Ekonomi Asia Melambat

Ilustrasi ADB/Net
Ilustrasi ADB/Net

Pertumbuhan ekonomi pada negara berkembang di Asia diprediksi bakal lebih lambat tahun ini dari yang diperkirakan sebelumnya.


Bank Pembangunan Asia (ADB) mengatakan pada Rabu (6/4), perang di Ukraina diperkirakan bakal menggagalkan pemulihan ekonomi di kawasan yang masih belum pulih dari pandemi Covid-19.

Ekonomi gabungan blok Asia, yang meliputi China dan India, diproyeksikan tumbuh 5,2 persen tahun ini. Angka tersebut turun sedikit dari perkiraan 5,3 persen pada Desember, dan jauh lebih rendah dari pertumbuhan 6,9 persen pada tahun sebelumnya.

Untuk tahun depan, Asia diperkirakan akan tumbuh 5,3 persen.

"Invasi Rusia ke Ukraina telah sangat mengganggu prospek untuk mengembangkan Asia yang masih bersaing dengan Covid-19," kata ADB dalam laporan Asian Development Outlook, dikutip dari Reuters.

Selain itu, kata ADB, faktor-faktor lain juga dapat mengaburkan prospek pertumbuhan kawasan, termasuk kenaikan harga komoditas yang sedang berlangsung, peningkatan risiko stabilitas keuangan yang mungkin berasal dari kenaikan suku bunga agresif di Amerika Serikat, dan munculnya varian Covid-19 XE yang lebih mematikan.

Menurut laporan itu seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL, ekonomi China mungkin akan tumbuh 5,0 persen tahun ini, lebih lambat dari proyeksi Desember, dan jauh lebih lemah dari ekspansi 8,1 persen pada 2021. Hal itu disebabkan karena wabah Covid-19 mengganggu kegiatan ekonomi dan menurunkan tingkat belanja konsumen.

Dengan pengecualian di Asia Selatan, semua sub-kawasan diperkirakan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dari perkiraan tahun ini.

ADB sekarang melihat Asia Timur dan Asia Tenggara masing-masing tumbuh 4,7 persen dan 4,9 persen, yang seharusnya 5,0 persen dan 5,1 persen.

Dengan kenaikan harga komoditas yang lebih tajam dari perkiraan, ADB menaikkan perkiraan rata-rata inflasi untuk kawasan Asia menjadi 3,7 persen pada tahun 2022 dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,7.