Masyarakat Posong, Desa Tlahab, Kecamatan Kledung, Temanggung, Jawa Tengah yang mayoritas bekerja sebagai petani tembakau sepakat menolak kedatangan peserta Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) ke wilayah mereka.
- Brigjen Endar Priantoro Resmi Dilantik Menjadi Kapolda Kalimantan Timur
- CERI: Gubernur Aceh Tidak Mudah Percaya Soal Pengembangan WKP Seulawah Agam oleh Pertamina
- Alhamdulillah, THR ASN dan Honorer Cair Hari Ini
Baca Juga
Kunjungan tersebut bertujuan untuk melakukan ajakan kampanye konversi (peralihan) tanaman tembakau kepada para petani tembakau di wilayah tersebut.
Kepala Desa Tlahab, Ahmad Isyaudin menegaskan, seluruh masyarakat di Desa Tlahab bereaksi untuk menolak keras kegiatan kunjungan yang dilakukan oleh kelompok anti tembakau tersebut. Penolakan ini dilakukan dengan memasang beberapa spanduk dan baliho yang menegaskan bahwa masyarakat Desa Tlahab akan tetap menanam tembakau.
Sebab, tembakau merupakan mata pencaharian utama dan sumber perekonomian Desa Tlahab.
"Sembilan puluh sembilan persen masyarakat Desa Tlahap menanam tembakau. Ada 16 kelompok tani di sini. Sekarang, masyarakat, petani, telah menanam tembakau dengan umur sekitar 1-2 bulan. Ketika kami tahu ada rencana ICTOH yang akan berkunjung ke desa kami dan berupaya untuk mendorong petani tembakau melakukan konversi lahan, ini sangat meresahkan kami,” ujar pria yang akrab disapa Udin ini, dikutip Kantor Berita RMOLJateng, Jumat (2/6).
Ia menilai, kelompok ICTOH dengan agendanya tidak pernah mengenal dan tidak memahami keberadaan tembakau bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Desa Tlahab.
Bahwa sebagai komoditas yang menjadi andalan di musim kemarau, tembakau menjadi penopang perekonomian untuk memenuhi sandang, papan, pangan dan pendidikan masyarakat.
"ICTOH dan kelompok-kelompok antitembakau ini, berkunjung dengan niat yang tidak baik. Mau mengklaim dengan modus memberikan bantuan, tapi ujung-ujungnya menjadikan Desa Tlahab sampel bahwa petani tembakau telah beralih tanaman. Kami menolak demi memperjuangkan masa depan keberlangsungan mata pencaharian kami," tegas pria yang kesehariannya juga adalah petani tembakau.
Apalagi, kunjungan dilakukan bersamaan dengan momentum penyusunan RUU Kesehatan yang sedang membuat petani tembakau saat ini sedang resah. Masa tanam tembakau dibayangi awan hitam RUU Kesehatan, dengan rancangan Pasal 154 yang mengelompokan produk tembakau dengan narkotika dan psikotropika yang merupakan barang ilegal serta alkohol yang memiliki aturan yang ketat.
Selain itu, RUU Kesehatan juga digadang-gadang akan menjadi titik pangkal pembinasaan tembakau melalui berbagai peraturan turunannya.
"Inilah bentuk aspirasi dan reaksi kami. Para petani tembakau menolak tembakau disamakan dengan narkotika. Harapan kami, para wakil rakyat memiliki nurani untuk mendengarkan dan punya kebijakan agar jangan sampai menyakiti hati petani," kata Udin.
Muhajir, warga Posong Desa Tlahab lainnya menuturkan, aksi dan kampanye ICTOH sangat disayangkan, karena sungguh memaksakan kehendak tanpa mempertimbangkan bahwa hal tersebut justru sangat menyinggung dan menyakiti petani.
"Gerakan kelompok ini sangat meresahkan dan menimbulkan gejolak petani yang sedang menanam tembakau. Janganlah demi agenda asing, jadi memaksa, memojokkan, dan mengorbankan para petani," kata Muhajir.
Senada, warga Posong lainnya, Hariyanto, merasa gerah dengan agenda kelompok antitembakau tersebut.
"Apa yang mereka lakukan adalah membawa misi yang justru bukan untuk membantu mensejahterakan kehidupan petani. Oleh karena itu kami menolak. Kami, petani, akan terus berjuang demi kebutuhan dan masa depan kami," tegas Hariyanto.
Ia meyakini bahwa agenda ICTOH ini, yang mengajak petani beralih ke tanaman lain, juga sekaligus bermaksud mengklaim bahwa petani menerima Pasal Pengamanan Zat Adiktif di RUU Kesehatan.
"Masyarakat resah. Mereka bermaksud membantu membuat embung, tapi ujungnya mau mengklaim dan menguatkan bahwa petani siap beralih tanaman. Kami tidak terima. Apalagi sekarang ini tembakau mau disamakan dengan narkotika. Kami tidak mau terjebak dengan misi yang tidak tulus ini," pungkas Hariyanto.