Tersangka Paspampres Minta Tebusan Kecil

Tersangka penganiayaan dan pembunuhan Imam Masykur, Praka Riswandi Manik/Net
Tersangka penganiayaan dan pembunuhan Imam Masykur, Praka Riswandi Manik/Net

PENCULIKAN-PEMBUNUHAN Imam Masykur, 25, heboh. Karena tersangka tiga oknum anggota TNI, salah satunya, Praka Riswandi Manik, 29, Anggota Paspampres. Sehari-hari bertugas menjaga Wakil Presiden RI. Motifnya, tebusan Rp 50 juta, belum sempat terbayar.

Korban bukan orang kaya. Ia penjaga toko kosmetik di Ciputat, Tangerang Selatan. Toko itu milik kakak sepupunya, Sayed Sulaiman, yang juga punya toko kosmetik lain, tak jauh dari toko yang dijaga Imam sendirian.

Imam bujang. Perantau asal Bireuen, Aceh, sejak Januari 2023. Sejak merantau ke Jakarta, sampai akhir hidupnya ia numpang tidur di rumah Sayed, di Rempoa, Tangsel. Sekaligus dipekerjakan menjaga toko Sayed.

Jadi, penculikan dengan permintaan tebusan segitu, tentunya tidak bisa cepat. Saat diculik, Imam menelepon Sayed, minta (utang) ditebus Rp 50 juta. Sayed menjawab, masih dicarikan.

Imam juga menelepon ibundanya, Fauziah, di Bireuen, mengaku sedang dipukuli penculik yang minta tebusan segitu. Fauziah  nangis, menjanjikan segera mencari uangnya.

Tapi sampai Jumat, 18 Agustus 2023, jenazah Imam ditemukan di Sungai Cibogo, Karawang, Jawa Barat, keluarga Imam belum bisa membayar penculik. Enam hari penculikan.

Tebusan segitu rupanya berat bagi Imam sekeluarga. Gaji Imam tak sampai Rp 3 juta sebulan. Cukup buat makan Imam sendiri. Selain tidurnya numpang di rumah Sayed, transportasi dari dan ke tempat kerja juga nebeng Sayed. Karena lokasi dua toko itu berdekatan.

Jadi, apakah penculik salah memilih korban? Kini masih disidik Pomdam Jaya. Komandan Pomdam Jaya, Kolonel Cpm Irsyad Hamdie Bey Anwar kepada wartawan, Senin, 28 Agustus 2023 mengatakan: “Antara tiga pelaku dengan korban tidak saling kenal.”

Sayed menceritakan kronologi, begini: Sabtu, 12 Agustus 2023 sekitar pukul 17.00 WIB ia mendengar cerita warga, ada keributan di toko yang dijaga Imam. Maka, segera Sayed jalan menuju ke toko Imam.

Ternyata toko kosong, tak ada Imam. Warga berkerumun menceritakan, Imam diborgol, dibawa tiga lelaki mengaku polisi. Lokasi toko itu padat penduduk. Diapit warteg (warung Tegal) dan beberapa toko kecil-kecil. Selalu ramai orang.

Warga cerita ke Sayed, ketika Imam sedang shalat di dalam toko, didatangi seorang lelaki tegap berambut cepak. Imam langsung diseret. Tapi melawan. Sempat berkelahi. Maka, warga berdatangan ingin tahu.

Ketika warga melerai perkelahian itu, datanglah dua pria lain, juga berambut cepak. Mereka mengaku polisi kepada warga. Hendak menangkap penjaga toko. Warga pun minggir. Imam langsung diborgol. Digiring menuju mobil. Ternyata tiga orang itu satu rombongan bermobil, parkir tak jauh dari toko. Imam dibawa.

Sayed: “Telepon Imam saya hubungi. Tidak tersambung. Berkali-kali, tetap tidak tersambung. Lalu saya menutup toko yang dijaga Imam. Balik lagi ke toko saya.”

Malamnya (hari itu juga), Sayed ditelepon Imam. Ia mengatakan, sedang diculik dan disiksa oleh para penculik. Imam tidak menjawab ketika ditanya lokasi. Suara Imam terbata-bata, menangis. Mengatakan ke Sayed begini:

"Imam bilang ke saya: Bang, tolong carikan uang Rp 50 juta buat tebusan penculik. Nanti saya ganti di kampung. Saya jawab: Iya, saya usahakan. Imam bilang, waktunya tinggal sedikit lagi, ia akan dibunuh penculik.”

Esoknya, Sayed ditelepon Fauziah, memberitahu bahwa Fauziah baru saja ditelepon Imam, katanya sedang diculik, dan tidak tahan disiksa. Minta tebusan Rp 50 juta.

Sayed: “Ibunya Imam telepon ke saya, tanya, benarkah Imam diculik? Ibu Fauziah bilang, Imam baru saja telepon, bicara sambil nangis, begini: Mak… tolong carikan Rp 50 juta buat penculik. Aku dipukuli, enggak sanggup tahan lagi. Ibu Fauziah bingung sekali.”

Dilanjut: “Ibu Fauziah juga bilang, sempat bicara dengan penculiknya sebentar. Singkat. Penculik bilang: Cepat Rp 50 juta. Kalau tidak, anakmu mati. Mayatnya kuceburkan ke laut.”

Sayed dan Fauziah berusaha sana-sini, cari Rp 50 juta. Berhari-hari belum dapat. Sampai jenazah Imam ditemukan. Dikirim ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

Sorenya jenazah Imam langsung diterbangkan ke Medan, lanjut diangkut ambulance ke Bireuen. Tiba malam, langsung dimakamkan.

Kolonel Cpm Irsyad kepada pers mengatakan, tiga terduga pelaku anggota TNI. Ia hanya menyebut Praka RM (Riswandi Manik) anggota Paspampres. Sehari berikutnya disebutkan dua anggota TNI lain yang jadi tersangka, yakni Praka HS dan Praka J.

Praka RM berdinas di Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan (Yonwalprotneg) Paspampres. Dua anggota TNI lainnya tak disebut. Tapi ketiganya kini ditahan di Rutan Pomdam Jaya.

Irsyad: “Tiga tersangka ditahan untuk dimintai keterangan lebih lanjut.”

Cuma itu keterangan Irsyad. Masyarakat dimohon menunggu penyidikan para tersangka. Dijelaskan juga sehari kemudian, bahwa korban bukan hanya Imam, tapi ada satu pria lagi yang dilepas para tersangka di jalan tol sekitar Cikeas, karena ketika dibawa mobil ketakutan sehingga susah napas.

Tersangka Riswandi Manik Cs minta uang tebusan tidak besar untuk ukuran penculikan di Jakarta. Kecil. Seumpama tebusan itu diberi, maka bakal dibagi para pelaku bertiga. Tapi nilai itu sangat berat bagi keluarga Imam.

Berapa sih gaji Riswandi? Ternyata kecil.

Berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Keduabelas atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota Tentara Nasional Indonesia.

Setiap bulan, anggota Paspampres menerima pendapatan take home pay dari tiga unsur: Gaji pokok, tunjangan kinerja, dan tunjangan lainnya. Diatur berjenjang sesuai pangkat dan golongan.

Riswandi Manik pangkat Prajurit Kepala, bertugas Paspampres. Masuk golongan I, pada urutan nomor tiga dari bawah.

Gaji pokok per bulan antara Rp 1.747.900 hingga Rp 2.699.400. Sedangkan tunjangan kinerja, berjenjang ada 17 kelas jabatan. Riswandi urutan ke tiga dai bawah Rp 2.216.000.

Tunjangan istri 10 persen dari gaji pokok. Tunjangan anak (Riswandi punya satu anak, nama Mhd. Ghazi Alghaitsan Manik, lahir 14 Juli 2020).

Tunjangan beras 18 kilogram sebulan. Untuk beras seharga Rp 8.047 per kilogram. Ada tambahan 10 kilogram beras per bulan untuk istri dan dua orang anak.

Ada tunjangan lauk-pauk Rp 60.000 per hari. Ada tunjangan jika bertugas di perbatasan negara, atau daerah terluar, semua diatur secara berjenjang sesuai pangkat dan golongan.

Take home pay Riswandi sekitar Rp 6,5 juta per bulan. Belum termasuk tunjangan tugas ke daerah-daerah.

Kasus ini viral, dan di medsos tersebar identitas serta foto isteri Riswandi. Namanya Evie Kurniati Risvie. Lulusan Universitas Indonesia jurusan keperawatan. Kini Evie bidan di sebuah rumah sakit. Keluarga Riswandi mukim di komplek perumahan Paspampres, Gunung Putri, Bogor.

Dari segi pendapatan, keluarga Riswandi bukan tergolong ekonomi lemah. Tapi mengapa minta tebusan Rp 50 juta (yang seandainya dibayar keluarga korban) bakal dibagi tiga pelaku. Mengapa tidak, misal, Rp 500 juta? Atau lebih besar lagi?

Sebaliknya, kalau para pelaku tahu bahwa korban orang miskin, lalu mengapa diculik? Mengapa tidak pilih yang kaya? Padahal para pelaku mempertaruhkan posisi, sepanjang hidup mereka.

Resepsi pernikahan Riswandi-Evie pada 18 November 2018. Lokasi resepsi di Aceh.

Ada faktor kebetulan dengan asal daerah korban Imam. Tapi sudah jelas, ditegaskan Komandan Pomdam Jaya, bahwa antara tiga terduga pelaku dengan korban tidak saling kenal. Motifnya uang.

Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono sudah memerintahkan, agar para tersangka disanksi tegas, jika terbukti menculik dan membunuh Imam.

Kepala Pusat Penerangan TNI, Laksda Julius Widjojono menyampaikan pernyataan Panglima TNI, kepada wartawan, Senin, 28 Agustus 2023, demikian:

"Panglima TNI prihatin dan akan mengawal kasus ini, agar pelaku dihukum berat. Maksimal hukuman mati, minimal hukuman seumur hidup."

Itu berarti Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana.

Maka, apa pun motif sesungguhnya perkara ini, penjelasan Panglima TNI itu menutup aneka spekulasi yang sudah, dan mungkin, berkembang di masyarakat. Di zaman medsos sekarang, segala persoalan bisa terbuka ke publik. 

Penulis adalah wartawan senior