Imbas dari larangan ekspor CPO membuat harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di beberapa daerah penghasil anjlok hingga 70 persen dari harga semula.
- Kementan Bertekad Lahirkan Petani Yang Paham Teknologi
- Optimis Raih WBK, Rutan Bengkulu Gelar Deklarasi Janji Kinerja 2024
- Jelang Pemilu 2024, Polresta Bengkulu Sosialisasi Polisi RW
Baca Juga
"Saya kira jatuhnya harga TBS ini adalah akibat langsung dari wacana kebijakan pemerintah yang melarang ekspor CPO. Meskipun yang dimaksudkan itu bukan CPO, tapi spekulasi para pelaku industri pengolahan sawit langsung mengambil langkah antisipasi dengan membeli lebih murah TBS sawit masyarakat,” ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamudin, Sabtu (30/4) dilansir Kantor Berita RMOLSumsel.
Sultan menilai, tidak konsistennya kebijakan Pemerintah justru menyebabkan ketidakstabilan harga TBS dan merugikan petani sawit di daerah. Bahkan ada petani yang membiarkan TBS-nya membusuk karena dihargai sangat rendah atau bahkan ditolak oleh perusahaan yang menghentikan operasionalnya. Padahal kebijakan ini tidak lantas menurunkan harga minyak goreng secara signifikan.
“Sehingga, dalam suasana Idulfitri ini, kami mendorong pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membayar ganti rugi harga jual petani kelapa sawit yang signifikan menurunkan nilai tukar petani. Suka atau tidak, Pemerintah harus mengakui kesalahannya dengan memberikan kompensasi yang proporsional bagi petani sawit,” tegasnya.
Mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu menyampaikan, dalam posisi harga CPO ekspor yang terus meningkat saat ini, rasanya tidak adil jika petani harus menjual TBS-nya dengan harga yang sangat murah.
Jangan sampai masyarakat mengalami dua kerugian sekaligus, di mana konsumen dalam negeri harus membayar mahal harga minyak goreng di pasaran, sementara harga TBS sawit justru anjlok dan merugikan petani.
“Maka kami selalu mengingatkan Pemerintah untuk segera melakukan pembaharuan tata niaga sawit secara fundamental sejak pada reformasi agraria dan penguasaan lahan perkebunan sawit, hingga pada upaya intensifikasi perkebunan dan hilirisasi industri hasil sawit yang dikuasai oleh negara melalui BUMN dan BUMD,” tukasnya.
- Krisis Air Bersih, Warga Bentiring Minta Dibuatkan Sumur Bor Saat Reses Marliadi
- Aplikasi Haji Pintar 2018 Sudah Tersedia
- Gunung Anak Krakatau Meletus 56 Kali Hari Ini, Status "Waspada" Sudah Sejak 2012