Kecemasan tengah melanda Partai Nanggroe Aceh (PNA). Penyebabnya adalah keberadaan sang ketua umum yang masih berada di balik terali besi.
- Alumni IMM Sulsel Minta Maaf Ke Menteri Amran
- Sejuk, Mantan Wakil Walikota Bengkulu Nyoblos
- Klasik, Hasil Reses DPRD Masih Didominasi Permasalahan Infrastruktur
Baca Juga
Akibatnya PNA pun sulit untuk lolos dari proses verifikasi faktual yang dilakukan Komisi Independen Pemilihan Aceh. Bahkan, lebih jauh lagi, PNA terancam tak bisa ikut atau hanya akan jadi penonton saat Pemilu 2024.
"Ketua umum dipenjara. Bagaimana bisa lewat verifikasi faktual. Jika PNA tidak lolos (verifikasi), artinya PNA tidak dapat menjadi peserta Pemilu 2024," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Nanggroe Aceh versi Kongres Luar Biasa, M Rizal Falevi Kirani, Kamis (27/1).
Falevi menambahkan, dalam verifikasi faktual yang dilakukan KIP Aceh, ketua umum, sekretaris umum, dan bendahara umum harus berada kantor partai politik. Repotnya, Irwandi Yusuf dipastikan tidak bakal dibebaskan hanya untuk mengikuti proses verifikasi PNA.
Falevi juga menilai Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Aceh harus bertanggung jawab atas kisrus dualisme kepemimpinan PNA.
Kanwil Kemenkumham Aceh menolak untuk mengesahkan kepengurusan DPP PNA versi KLB Bireuen. Dalam kepengurusan itu, Samsul Bahri bin Amiren alias Tiyong menjadi ketua umum dan Miswar Fuady sebagai sekretaris.
"KLB itu sudah lama mengusulkan, tiba-tiba mereka menolak hasil KLB itu. Ini gara-gara Menkumham, makanya akan terjadi keributan nantinya dan Menkumham juga harus bertanggung jawab terhadap ini," tegas Falevi dikutip Kantor Berita Politik RMOL.
- KPU Dan Bawaslu Diminta Buat Bank Data Keterlibatan Perempuan Di Pemilu
- KPU Serahkan LPPDK Paslon Walikota Bengkulu
- Airlangga Hartarto: Semoga Kesejahteraan Selalu Hadir Untuk Para Pekerja