Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri membeberkan landasan hukum saat menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara (AU) tahun 2016-2017 baru hanya dari pihak swasta, dan belum menetapkan tersangka dari penyelenggara negara.
- Tanah Rakyat Tersandera Pemkab Belitung, Praktisi Hukum: Kembalikan
- PTUN Pangkal Pinang Kabulkan Gugatan H. Eddy Sofyan terhadap BPN Belitung
- Sungguh Tega BJB Syariah Korbankan Karyawan Kontrak Terkait Korupsi Rp 2,5 M
Baca Juga
Hal itu disampaikan Firli saat ditanyakan terkait belum adanya pihak penyelenggara yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam mengusut suatu perkara.
Mengingat, tersangka dari unsur penyelenggara negara, dalam hal ini dari pejabat di TNI AU telah dihentikan oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Firli menjelaskan di dalam UU 30/2022 dan yang sudah diperbaharui dengan UU 19/2019 tentang KPK dalam Pasal 11 itu disebutkan, subjek hukumnya.
"KPK dapat melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Ada syaratnya dua. Tapi syarat ini bukan kumulatif," ujar Firli kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa malam (24/5).
Subjek hukum dalam Pasal 11 UU 19/2019 tentang KPK, kata Firli, adalah Aparat Penegak Hukum (APH), atau penyelenggara negara, atau pihak terkait.
"Di kalimat berikutnya ada tuh 'dan/atau, titik koma (;)' menimbulkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 1 miliar di Ayat 2-nya. Kalau bicara 'dan/atau', tentu lah kawan-kawan sudah paham, itu bukan kumulatif. Boleh alternatif," jelas Firli menutup.