Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menangkap sebanyak 12 perempuan asal Vietnam dari sebuah lokasi hiburan malam di Jakarta Utara karena diduga menjadi pekerja seks komersial (PSK) berkedok Lady Companion (LC) pada Kamis (12/12/2024).
- Brigjen Endar Priantoro Resmi Dilantik Menjadi Kapolda Kalimantan Timur
- CERI: Gubernur Aceh Tidak Mudah Percaya Soal Pengembangan WKP Seulawah Agam oleh Pertamina
- Pemkot Serang dan PIK 2 Teken MoU Atasi Masalah Banjir Pakai Dana CSR
Baca Juga
Hal tersebut diungkapkan Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Yuldi Yusman dalam keterangan resmi yang diterima media, Minggu (15/12/2024).
Yuldi Yusman mengatakan, bahwa informasi mengenai aktivitas ilegal ini diperoleh dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya kegiatan yang tidak wajar dilakukan oleh sejumlah WNA di wilayah tersebut.
"Kami menerima laporan dari masyarakat yang mencurigai adanya kegiatan yang tidak lazim," kata Yuldi Yusman.
"Selanjutnya kami lakukan penyelidikan mendalam serta pemantauan intensif selama satu bulan yang kemudian kami simpulkan bahwa memang ada indikasi pelanggaran, karena itu kami bergerak hari ini," sambungnya.
Menurut Yuldi Yusman, hasil penyelidikan menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa para WNA tersebut menyalahgunakan izin tinggal yang dimiliki dengan bekerja sebagai PSK.
Sebanyak 10 orang masuk ke Indonesia dengan menggunakan bebas visa kunjungan (BVK) dan dua lainnya masuk dengan menggunakan visa kunjungan saat kedatangan (VKSK) dengan tujuan berwisata.
"Diketahui tarif para Warga Negara Asing tersebut sebesar Rp 5.600.000 per orang. 12 WN Vietnam tersebut terjerat Pasal 122 Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 atas penyalahgunaan izin tinggal yang dilakukan," jelasnya.
Menurut Yuldi Yusman, ,ereka diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling paling banyak Rp500.000.000. Saat ini mereka diamankan di ruang detensi Direktorat Jenderal Imigrasi.
"Kami sedang melakukan pengembangan terhadap kasus ini untuk mengungkap apakah ada pihak lain yang terlibat, seperti penyalur atau penampung WNA tersebut. Tidak ada toleransi bagi pelanggar hukum di Indonesia," pungkasnya. (ant)