Terkait dengan keputusan sistem proporsional tertutup atau terbuka, Mahkamah Konstitusi akan menjadi lembaga yang dipercaya publik jika tidak melampui batas dan terlalu politis.
- BPKD Kota Tangerang Rekonsiliasi Laporan Kepemilikan Aset Daerah
- Suara Lantang Gubernur Banten Andra Soni Ingatkan Kepala Daerah, Sebut Ini
- Hastag #Hastobiangkerok Menggema di Media Sosial
Baca Juga
Demikian pandangan Direktur Eksekurif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (2/6).
Menurut Dedi, secara kelembagaan, MK dalam tata kelola politik hanya menjadi juru runding ketika terjadi perselisihan konstitusional, bukan sebagai pengambil keputusan.
"Yang memiliki keputusan konstitusional itu DPR, dijalankan pemerintah, MK hanya melihat saja apakah dua kekuasaan yakni eksekutif dan legislatif berjalan seiring atau tidak," demikian kata Dedi.
Terkait sistem Pemilu, jelas Dedi, MK hanya berwenang menguji apakah UU Pemilu yang saat ini digunakan itu melanggar UU lainnya atau tidak, termasuk melanggar hak politik atau tidak, sepanjang tidak ada UU yang dilanggar, maka MK tidak dapat berbuat apa-apa.
"Jika pun sistem terbuka melanggar UU, MK hanya bisa mengembalikan UU tersebut pada pihak yang berwenang dan itu adalah DPR, biar parlemen yang memperbaiki jika keliru," kata Dedi.
Dedi pun mengingatkan MK tidak berwenang memutuskan Sistem Pemilih. Jika sewenang-wenang pertaruhannya adalah titik awal MK tidak layak dipercaya.
"Begitu halnya ketika putuskan masa jabatan komisioner KPK, MK sudah layak tidak dipercaya,"pungkasnya.