Proses pemakzulan Presiden Joko Widodo diakui pakar hukum tata negara, Denny Indrayana, tidak mudah direalisasikan.
- Coblos Ulang Pilkada Kabupaten Serang, Ratu Zakiyah Deklarasi Kemenangan: Real Count 76 Persen
- BPKD Kota Tangerang Rekonsiliasi Laporan Kepemilikan Aset Daerah
- Suara Lantang Gubernur Banten Andra Soni Ingatkan Kepala Daerah, Sebut Ini
Baca Juga
"Kita juga paham prosesnya tidak sederhana," ujar Denny dalam podcast Refly Harun yang diunggah pada Kamis (8/6).
Menurut Senior Partner Integrity Law Firm itu, Pasal 7B UUD NRI 1945 memuat aturan pemakzulan Presiden, termasuk prosesnya.
"Dimulai dari DPR yang ujungnya ada pernyataan pendapat, kalau itu lolos kuorum persetujuan, maka dilanjutkan di MK," urainya.
Namun, ia mengaku memang sengaja mengangkat isu pemakzulan Jokowi yang tengah melakukan cawe-cawe politik jelang Pilpres 2024.
Sebab, ia menganggap kondisi politik sekarang ini sudah kebablasan. Di mana lembaga pemerintahan rentan digunakan untuk kepentingan politik.
"Proses politik dan hukum kita sekarang lebih banyak terjadi di penggung-panggung belakang, di ruang-ruang gelap. Kalau secara teori korupsi, itu rentan dengan transaksi dan negosiasi yang transaksional, jual beli," tuturnya.
"Tanpa sorotan keterbukaan, (ibarat) tanpa lampu publik yang bisa melihat, itu rentan praktik-praktik menyimpang atau koruptif. Itulah kenapa saya mengungkapkan ke publik memberikan pemahaman, dan membawa yang gelap ke terang," jelas Denny.