Temuan Rp 2,6 M di Dinas PUPRPKP RL, Praktisi Hukum: Jelas Indikasi Korupsinya Kuat 

Praktisi Hukum/Advokat, Benny Irawan/ist
Praktisi Hukum/Advokat, Benny Irawan/ist

Temuan hasil audit pihak BPK Bengkulu mencapai Rp 2,6 miliar atas pekarjaan di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPRPKP) kabupaten Rejang Lebong (RL) dinilai indikasi perbuatan pelanggaran hukumnya sudah jelas dari proses lelang di Pokja hingga perbuatan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang dinyatakan dalam lembar LHP BPK ditemuakan menyalahi aturan. 


Tidak hanya itu, pekerjaan yang dilakukan pihak Dinas PUPRPKP rejang Lebong dinyatakan tidak sesuai spesifikasi artinya dugaan pelanggaran hukumnya sudah jelas. Hal itu ditegaskan salah satunya praktisi hukum yang juga advokat ternama di Kabupaten Rejang Lebong, Benny Irawan. 

Ia mengungkapkan berdasarkan data yang dikeluarkan dalam lembar audit LHP BPK ada beberapa indikasi kuat dugaan perbuatan korupsi. Pertama dinyatakan bahwa Pokja dalam pelaksanaan tender ada pelanggaran dan diminta Bupati RL untuk mengevaluasi, artinya disana bisa terindikasi adanya perbuatan yang sengaja dilakukan oknum untuk memuluskan berkas lelang. 

"Dari Pokja itu kita bisa menganalisi ketehubungan dengan temuan BPK terkait pekerjaan tidak sesuai spesifikasi, sebab perusahan yang baik dan bagus pastilah melaksanakan pekarjaannya dengan sempurnah tanpa menjadi temuan pihak BPK," terang Benny kepada kantor Berita RMOL Bengkulu, Selesa (9/1).

Kemudian, Benny menjelaskan, selain dinyatakan tidak sesuai spesifikasi yang akhinya menimbulkan temuan mencapai Rp 2,6 miliar, dalam LHP BPK dinyatakan dengan jelas PPK dan PPTK telah melanggar aturan yang berlaku. "Dikatakan, bahwa PPK dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) disinyalir kuat tidak berdasarkan data dan dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tutur alumni Fakultas Hukum Universitas Bengkulu itu. 

Benny menambahkan, dalam lembar audit itu juga dinyatakan bahwa ada denda saksi keterlambatan sebesar Rp 4,9 juta artinya dalam pelaksanaan pekerjaan berarti ada keterlambatan. "Kita berpendapat, dari data yang ada, walaupun temuan audiit BPK itu telah dikembalikan, jelas perbuatan melawan hukum dan melanggar aturan sejak awal lelang hingga peengerjaaannya ada pelanggaran aturan dan negara telah dinyatakan dirugikan. Tinggal lagi aparat penegak hukum mau apa tidak menindaklanjuti hasil temuan BPk itu, atau hanya acuh saja," tegasnya.