PKPU 15/2023 Tentang Aturan Kampanye Dibuat Asal-asalan

Pengamat Politik, Yusfitriadi dan Direktur LIMA Indonesia, Ray Rangkuti ketika diskusi publik soal PKPU/RMOLJabar
Pengamat Politik, Yusfitriadi dan Direktur LIMA Indonesia, Ray Rangkuti ketika diskusi publik soal PKPU/RMOLJabar

Pengamat politik, Yusfitriadi dan Direktur Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti menyoroti PKPU No.15 tahun 2023 tentang aturan kampanye pada Pemilu 2024. Menurut mereka, PKPU yang dikeluarkan KPU dibuat asal-asalan dan terindikasi mengandung pesanan, sehingga mereka mengatakan PKPU merupakan peraturan "Ugal-ugalan".


Kemudian, tugas Bawaslu dalam mengawasi tahapan pemilu, terutama pengawasan kepada peserta pemilu tidak tegas. Pasalnya, Bawaslu menganggap kalimat kampanye itu harus ada pernyataan mengajak untuk memilih, sedangkan di PKPU-nya tidak ada ketentuan itu. 

"Sebetulnya apa yang sudah terjadi saat ini bisa disebut kampanye, karena ada citra diri di situ seperti fotonya yang dipasang di mana-mana, walaupun di dalamnya tidak ada visi misi secara tegas. Tetapi berdasarkan pengetahuan Bawaslu, itu bukan bagian dari kampanye, karena tidak ada visi misi dan ajakan, tapi ajakan memilih itu tidak ada di PKPU," kata Ray Rangkuti di Sekretariat LS Vinus Bogor, Rabu (23/8).

Oleh karena itu, Ray meminta Bawaslu untuk melihat kembali praktik-praktik yang disebut sosialisasi oleh peserta pemilu saat ini, apakah itu sudah masuk kategori kampanye atau tidak. 

Kemudian, ia juga menyoroti perihal susunan struktur pelaksana kampanye yang menurutnya jelimet dan ruwet. Selain itu ada juga kalimat yang disebut petugas kampanye, tim kampanye dan terakhir juru kampanye. 

"Kalau untuk juru kampanye dan tim kampanye kita paham, tapi kalau pelaksana dan petugas kampanye bedanya dimana, kita enggak tahu dan inilah yang menurut saya jelimet sekali karena tidak ada definisinya," terangnya.

Di tempat yang sama, Pengamat Politik Yusfitriadi menyampaikan, ada beberapa catatan yang dimaksud PKPU merupakan peraturan ugal-ugalan dan dibuat asal-asalan. Pertama, kata Yus, pada Bab V di bagian ketiga dimana isinya itu penyebaran bahan kampanye Pemilihan Umum pada pasal 33, terkait dengan penyebaran bahan kampanye sangat detail diatur ukurannya sampai pada harganya setiap bahan kampanye tidak boleh melebihi Rp100 ribu. Tetapi faktanya melebihi itu.

Kemudian, pada bagian keempat tentang pemasangan alat peraga kampanye di muka umum, berupa reklame, spanduk dan umbul-umbul tidak diatur ukuran dan maksimal harganya. 

"Begitupun pada iklan kampanye pemilu, tidak ada point yang mengatur maksimal harga pemasangan iklan," kata dia.

Selain itu, pada bagian kesembilan, yang mengatur kegiatan lainnya dalam kampanye memperbolehkan kegiatan Bazaar dan bakti sosial, serta menghilangkan door prize yang pada PKPU sebelumnya tidak diperbolehkan.

"Hal ini bertentangan dengan Pasal 284 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Sanksi atas pelanggaran kampanye," tegasnya.

Dari PKPU yang dianggap ugal-ugalan itu, maka pihaknya menyimpulkan bahwa PKPU itu terlihat jelas menjembatani kepentingan partai politik. Sehingga apapun yang dilakukan oleh partai politik tidak ada yang melanggar dan serba boleh. 

"Jadi kondisi ini mengancam kemandirian KPU sebagai penyelenggara pemilu yang berintegritas, mandiri dan professional," ungkapnya.

Masih kata Yus, Bawaslu juga tidak menjalankan tugasnya dengan baik, terlebih dalam PKPU di Pasal 79, yang menerangkan tentang sosialisasi dan pendidikan politik dimana di pasal ini hanya diperbolehkan untuk internal dan kegiatannya, dan itu pun dibatasi hayang dua hal saja, yaitu pemasangan bendera dan Pertemuan terbatas di internal Peserta Pemilu.

"Namun faktanya tidak demikian dan bawaslu tidak memberikan treatment apapun," pungkasnya.