Pembentukan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Polri Dinilai Kontraproduktif

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

Simpul Aktivis Angkatan 98 (Siaga 98) menilai rencana pembentukan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas) Polri akan tumpang tindih dan menimbulkan pertentangan penanganan tindak pidana korupsi antar lembaga penegak hukum.


Koordinator Siaga 98, Hasanuddin mengatakan, ide pembentukan Kortas Mabes Polri harus mengacu pada UU Kepolisian, UU Kejaksaan, UU Tipikor dan UU KPK. 

“Korupsi sebagai tindak pidana khusus dalam rumpun tindak pidana umum atau tindak pidana kriminal, sudah menjadi bagian dari Bareskrim Polri, atau di bawah Bareskrim Polri,” kata Hasanuddin pada wartawan, Rabu (26/7). 

Dalam pandangan aktivis 98 tersebut, Kortas jika terbentuk maka kedudukannya akan menjadi sejajar dengan Bareskrim. Tentunya hal tersebut akan menimbulkan masalah baru, karena secara keorganisasian internal Polri akan berdampak.

Hasanuddin menegaskan, apabila sampai rencana Kortas Polri dilaksanakan setidaknya memerlukan aturan baru, seperti halnya Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas) yang dipayungi oleh UU Lalu Lintas. Sementara dalam pemberantasan korupsi telah ada UU Tipikor dan UU KPK.

“Secara epistemologis, hal ini menimbulkan kerancuan, sebab tindak pidana korupsi menjadi khusus karena sifat kejahatannya yang white colour crime, dalam rumpun tindak pidana kriminal yang penanganannya di bawah Bareskrim, tidak karena kekhususannya lalu secara fungsional menjadi struktur baru,” ujarnya.

Menurut Hasanuddin, dikhawatirkan kedepan akan menimbulkan ide baru, menyusul pembentukan Kortas Narkotika, Kortas Perjudian, Kortas Perdagangan orang, Kortas Pencucian Uang atau lainnya. Untuk itu, ia mengusulkan mengefektifkan ASN Mantan KPK, Novel Baswedan dan kawan-kawan. 

"Kami mengusulkan dua opsi, yaitu Novel dan kawan-kawan diberikan kewenangan pencegahan Korupsi di tubuh Polri atau kewenangan penyelidikan di internal Polri untuk membantu Kapolri dalam menegakkan integritas Polri dari tindakan korup," ucapnya. 

Adapun opsi lainnya mengusulkan agar Novel Baswedan dan kawan-kawan dikembalikan ke KPK untuk memperkuat Kedeputian Bidang Pencegahan KPK. 

Pengembalian ini bukan dalam pengertian penugasan melainkan kembali menjadi bagian dari KPK. Sebab status ASNnya tentu memenuhi syarat untuk kembali bergabung di KPK.

“Kami optimis Pimpinan dan Insan KPK dapat mendukung hal ini, dengan dengan dasar hukum yang kuat dan komitmen bersama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Terkait hal ini, Presiden Jokowi mempunyai kewenangan,” tutupnya.