Ombudsman RI Turun Tangan, Siapa Dalang Pemagaran Laut di Tangerang?

ilustrasi - Ombudsman RI berdiskusi dengan warga terkait pemagaran laut sejauh satu kilometer dari bibir pantai di Pulau Cangkir, Kabupaten Tangerang, Kamis (5/12/2024). (ANTARA/HO-Ombudsman Banten)
ilustrasi - Ombudsman RI berdiskusi dengan warga terkait pemagaran laut sejauh satu kilometer dari bibir pantai di Pulau Cangkir, Kabupaten Tangerang, Kamis (5/12/2024). (ANTARA/HO-Ombudsman Banten)

Ombudsman RI mendadak turun tangan mengungkap dugaan pencatutan wilayah proyek strategis nasional (PSN) dalam kasus pemagaran laut sejauh 1 kilometer dari bibir pantai di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang.


Hal tersebut diungkapkan anggota Ombudsman RI Yeka Fatika Hendra dalam keterangannya di Serang, Banten, Jumat (6/12/2024).

Yeka Fatika mengungkapkan, bahwa pemagaran laut itu menghambat aktivitas masyarakat nelayan di sekitarnya dalam mencari nafkah.

Selain itu, kata Yeka Fatika, tambak dan aliran sungai yang ditimbun tanpa izin menambah beban dengan mengganggu alur air dan ekosistem sekitar.

Menurut Yeka Fatika, saat sidak di Pulau Cangkir, pihaknya menemukan indikasi pemagaran laut yang berdampak besar pada akses masyarakat pesisir.

Pasalnya, terlihat jelas pagar bambu berlapis-lapis membatasi pergerakan kapal nelayan, sementara penimbunan tambak dan aliran sungai memperparah situasi.

"Ini jelas bukan kawasan PSN! Kok ada pemasangan pagar bambu di laut hingga 1 km dari pinggir laut? Ini jelas merugikan nelayan! Tidak kurang dari Rp8 miliar nelayan rugi gara-gara pagar bambu ini," jelas Yeka Fatika.

Yeka Fatika pun menegaskan, bahwa pihaknya meragukan apabila aparat penegak hukum tidak mengetahui hal ini. Ia pun meminta agar bambu berlapis-lapis segera dicabut, demi pelayanan terhadap nelayan.

"Kami melihat ada kebutuhan untuk mengklarifikasi hal ini dengan pihak-pihak yang terkait, agar tidak terjadi kesalahpahaman lebih lanjut," jelas Yeka Fatika.

Selanjutnya, langkah-langkah koordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait pun akan dilakukan untuk mencari solusi terbaik.

Setelah melakukan sidak, Yeka Fatika pun menyoroti potensi dampak lingkungan dari aktivitas penimbunan tambak dan sungai yang dilakukan tanpa izin.

Yeka Fatika menilai bahwa tindakan tersebut tidak hanya merugikan masyarakat tetapi juga mengancam kelestarian ekosistem setempat.

Ombudsman RI juga menekankan pentingnya keterbukaan informasi dari pihak terkait untuk mempermudah proses penyelesaian.

Menurut Yeka Fatika, Ombudsman RI akan memastikan hak masyarakat atas pelayanan publik tidak terganggu. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam menyelesaikan persoalan ini.

"Kami akan terus mendorong pihak-pihak terkait untuk mencari solusi terbaik yang adil dan berpihak pada kepentingan masyarakat," bebernya.

Fokus Ombudsman RI adalah mengembalikan akses masyarakat terhadap sumber daya yang menjadi hak mereka.

"Sebagai bagian dari langkah awal, Ombudsman RI akan terus memantau perkembangan kasus ini dan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait," ujar Yeka Fatika.

Yeka Fatika menyebutkan, bahwa temuan di lapangan akan digunakan untuk mendukung upaya penyelesaian yang lebih efektif.

"Kami hadir untuk memastikan bahwa masyarakat, terutama nelayan, mendapatkan hak yang semestinya tanpa ada gangguan," jelasnya.

Yeka Fatika juga menyatakan pentingnya pendekatan yang menyeluruh dalam menangani persoalan seperti ini. Melalui upaya ini, Ombudsman RI menunjukkan komitmennya untuk menjaga keseimbangan pelayanan publik dan hak masyarakat.

Dengan sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan Ombudsman RI, diharapkan masalah ini dapat segera teratasi dengan baik dan memberikan dampak positif bagi masyarakat pesisir. (ant)