Tangkal Propaganda Siber, Masyarakat Indonesia Dituntut Tabayun Digital

Tingginya arus mobilisasi internet era digital yang mencapai 132 juta pengguna di Indonesia, telah menumbuhkan beragam persoalan baru bagi masyarakat. Media siber yang sejatinya memberikan dampak positif seperti kemudahan berkomunikasi, promosi dan memperoleh informasi secara cepat, murah dan efisien justru dimanfaatkan sejumlah oknum untuk meraup keuntungan. Media siber dijadikan alat yang efektif dalam melakukan propaganda dan penyebar berita palsu alias hoax.


Tingginya arus mobilisasi internet era digital yang mencapai 132 juta pengguna di Indonesia, telah menumbuhkan beragam persoalan baru bagi masyarakat. Media siber yang sejatinya memberikan dampak positif seperti kemudahan berkomunikasi, promosi dan memperoleh informasi secara cepat, murah dan efisien justru dimanfaatkan sejumlah oknum untuk meraup keuntungan. Media siber dijadikan alat yang efektif dalam melakukan propaganda dan penyebar berita palsu alias hoax.

Pengamat Media Sosial dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Negeri Bengkulu (Fisipol Unib) Gushevinalti, mengatakan masyarakat Indonesia perlu melakukan tabayun digital agar mampu menangkal berbagai dampak negatif dari informasi elektronik yang disebarluaskan media siber.

"Salah satu caranya adalah dengan melakukan literasi media, berupa tabayun digital, agar masyakat tidak mudah termakan isu dan ideologi yang disampaikan media siber abal-abal," kata Gushevinalti kepada RMOL Bengkulu.

Perempuan yang telah mengabdikan diri sebagai dosen ilmu komunikasi selama 17 tahun ini, menyampaikan fenomena yang terjadi di Indonesia selama beberapa waktu terakhir. Menurutnya, isu seperti kebangkitan ideologi komunis, desas-desus senjata aparat militer hingga korupsi pejabat tinggi negara telah menyita perhatian jutaan pengguna internet, sehingga memicu munculnya isu propaganda dan berita palsu yang berdampak terhadap memanasnya situasi sosial dan politik di Indonesia.

"Inilah konsekuensi akibat adanya mediamorfosis dalam era post truth, yaitu perubahan media yang tadinya konvensional menjadi digital. Masyarakat, sebagai pengonsumsi utama internet, perlu melakukan tabayun digital guna mengurangi dampak dari serangan gelombang informasi online saat ini," ujarnya.

Lebih lanjut Gushevinalti menjelaskan, tabayun digital berperan sebagai cek dan ricek terhadap informasi yang masyarakat akses dan terima dari media siber.

"Masyarakat perlu mendalami ideologi suatu media, mengenal siapa pemiliknya, melihat apakah media itu sudah berbadan hukum atau belum. Dengan melakukan konsep tabayun digital semacam ini, maka masyarakat tidak akan mudah terjebak propaganda dan berita palsu," jelasnya.

Berdasarkan data survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII), tercatat telah terjadi ledakan pertumbuhan populasi pengguna internet di Indonesia. Penyebabnya lantaran perkembangan infrastruktur dan mudahnya mendapatkan ponsel pintar.

Selama kurung waktu dua tahun (2014-2016), indikasi peningkatan pengguna internet sebesar 51,8 persen. Survei yang dilakukan APJII tahun 2014 lalu, mencatat hanya ada 88 juta pengguna internet saja di Indonesia. Sementara tahun 2016, jumlahnya bertambah menjadi 132,7 juta pengguna internet dari total populasi penduduk Indonesia yang mencapai 256,2 juta jiwa.

Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Teguh Santosa, mengungkapkan ada sekitar 43.000 media siber di Indonesia, saat ini. Tingginya populasi itu membuat masyarakat Indonesia perlu berhati-hati dalam memilih media siber untuk dijadikan sumber informasi acuan.

Dari angka 43.000 media siber di Indonesia itu, Teguh mengatakan yang terverifikasi di Dewan Pers melalui SMSI, baru berjumlah 265 media siber.

"Inilah yang menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia dalam menghadapi digitalisasi informasi. Masyarakat dituntut cerdas dan selektif memilih media siber," kata Teguh. [Y21]