"POLITIK SANTUN SEGERA KEMBALI"

"Membicarakan etika politik sebenarnya membicarakan tentang esensi manusia, oleh karena itu, tidak boleh meninggalkan pesan moral agama mengenai esensinya yaitu menjaga Karromah Insaniah, kita bisa memilih untuk menjadi Ahsani Taqwim atau Asfala Saafilin, oleh karena itu tidak boleh lari dari asas nilai ini" demikian Anwar Ibrahim menyampaikan ketika orasi Ilmiah di Universitas Negeri Padang.


"Membicarakan etika politik sebenarnya membicarakan tentang esensi manusia, oleh karena itu, tidak boleh meninggalkan pesan moral agama mengenai esensinya yaitu menjaga Karromah Insaniah, kita bisa memilih untuk menjadi Ahsani Taqwim atau Asfala Saafilin, oleh karena itu tidak boleh lari dari asas nilai ini" demikian Anwar Ibrahim menyampaikan ketika orasi Ilmiah di Universitas Negeri Padang.

Pernyataan ini menarik untuk direnungkan, ketika atmosfir politik di Provinsi Bengkulu yang kian hari kian terkesan menegangkan, klaim dukungan terus digulirkan oleh masing-masing kubu. Namun perlu dicermati sahutan pujian dan apresiasi dari beberapa tokoh bengkulu -digadangkan menjadi calon- yang beberapa hari terakhir menghiasi media massa baik online maupun cetak menggambarkan bahwa etika dan kedewasaan politik telah ditampilkan oleh mereka.
Apresiasi atas prestasi menjadi penting untuk ditradisikan oleh masing-masing kelompok, sebab apapun yang menjadi pilihan politik mesti mengedepankan etika. Apresiasi atas prestasi adalah cerminan etika politik yang patut dijunjung tinggi, ia mesti lahir dari ketulusan hati para pemimpin, sebab ia akan berdampak pada konstituennya masing-masing.

Sekali lagi, apresiasi atas prestasi merupakan etika universal, ia adalah kebaikan, dan setiap kebaikan harus ditampilkan dalam berbagai dimensi untuk menjaga esensi manusia sebagai Karomah Insaniah termasuk dalam bidang politik. Bahkan Mahatma Gandi pernah berujar, apa yang baik dalam politik harus bersandar pada moral.

Moral dan etika politik menjadi tradisi yang nyaris diabaikan oleh pelaku politik, sangat sedikit sekali literasi yang membahas mengenai hal ini kecuali ia berkenaan dengan sistem demokrasi. Literasi politik penting untuk didiskusikan dalam rangka pendampingan dalam proses penguatan kapasitas intelektual politik masyarakat beserta edukasi tentang etika berpolitik.

Sejak era pemilu 2014 dan 2019 kita banyak menyaksikan tampilan dinamika politik yang cendrung destruktif, para Buzzer semakin memperkeruh suasana demokrasi politik ketika itu. Harus diakui, dinamika tersebut akhirnya juga menyeret pesta demokrasi yang berada di daerah, baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Sebagai praktisi pendidikan, penulis melihat tradisi ini adalah cerminan pendidikan politik yang konstruktif, jauh dari kebisingan, dan produktif untuk gagasan, meskipun sesungguhnya tanggung jawab ini tidak sepenuhnya dibebankan pada peserta kontestasi demokrasi, melainkan juga menjadi tanggung jawab para pendukungnya, apakah melalui instrumen partai politik maupun penyelenggara atau para partisannya. Perilaku elit yang demikian akan dapat membantu menjaga kondusifitas dan harmonisasi antar masyarakat.  Semoga saja tradisi ini akan terus berlanjut. Wallahu A'lam Bisshawab.

Penulis Ketua Program Studi Doktor PAI IAIN Bengkulu